KEGAGALAN EKONOMI KONVENSIONAL

Kegagalan ekonomi kapitalis tak bisa lagi ditutup-tutupi, sistem ekonomi kapitalis ini memang telah berhasil menciptakan masyarakat modern seperti saat ini, sayangnya jumlah manusia yang mampu diangkatnya hanya sebagian kecil masyarakat bukan seluruhnya. Sebanyak 40% dari penduduk sampai saat ini masih berada dalam keadaan berpendapatan kurang dari 2 USD AS per hari. Maka itu millennium development ghost (mdg) PBB mencoba mengatasinya dengan target pengurangan angka kemiskinan 50% dalam tempo 15 tahun. Target itu belum tercapai bahkan pada tahun ini justru dunia menambah jumlah kemiskinan hampir 100 juta.
Konsep ekonomi yang mendominasi kita saat ini memang di desain oleh kapitalis atau mereka yang memiliki modal, memiliki uang, atau memiliki kekayaan untuk kepentingan mereka dalam konsep ini manusia adalah faktor produksi atau objek bukan subjek pembangunan ekonomi. Manusia pemilik modal adalah inisiator pelaku dan penerima hasil pembangunan ekonomi meminjam istilah demokrasi yang terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis adalah dari oleh dan untuk kapitalis.
Model formula dan hasil dari aktivitas ekonomi termasuk kinerja entitas ekonomi yang dibangun oleh dunia ilmu pengetahuan saat ini di desain untuk kepentingan si pemodal tadi. Sehingga aspek yang waktu itu tidak terpikirkannya saat ini menjadi masalah yang tidak kalah besarnya dengan masalah yang sudah berhasil diatasinya itu.
Mengapa ada yang gagal? Inilah bukti kelemahan manusia yang sangat terbatas karena tuhan memberikan ilmu sedikit namun kita merasa serba tahu sehingga kebenaran hakiki dibatasi hanya pada wilayah empiris, rasional, serta pengalaman yang dirasakan dan yang masuk akal. Ternyata itu keliru. Kita lupa bahwa dunia ini mengandung bahkan sarat dengan beberapa keberadaan yang sifatnya ghaib dan belum dapat dipecahkan oleh manusia. Konsep ekonomi, konsep moneter konsep keuangan, konsep bisnis, konsep manajemen dan konsep akuntansi ternyata mengandung kesalahan dan kelemahan. Akibatnya kita masuk kedalam perangkap keyakinan kita sendiri yang merasa benar sehingga menghasilkan situasi instabiltas. Debacle, krisis, turbulen ekonomi dan keuangan serta keuangan sistem ekonomi yang kita alami saat ini secara berulang-ulang dengan intensitas krisis yang semakin kompleks.
Kesalahan ini memang banyak dimaklumi karena konsep kapitalisme merupakan pemikiran dengan ideology sekuler yang tidak menempatkan perintah tuhan sebagai suatu kebenaran. Kapitalis menempatkannya sebagai kebenaran dogmatis yang jelas kesalahannya. Sikap menilai hal dari agama dogmatis bermula dan berakar dari sikap gereja pada abad ke-15 yang menempatkan dirinya sebagai penerjemah kebenaran tunggal dari wahyu tuhan tanpa pemanfaatan kebebasan rasio manusia yang juga bisa mencapai kebenaran.
Konsep Ekonomi Islam dalam beberapa aspek disebabkan karena sistem ekonomi yang tengah berjalan tidak menunjukkan realisasi janjinya. Kemiskinan tetap tak terentaskan, alih-alih dapat dientaskan justru menunjukkan kesenjangan yang luar biasa. “Kemiskinan di tengah-tengah manusia kaya yang tak berbahagia tidak lain adalah symptom dari sebuah kerusakan yang mendalam”, ujar Tibor Scitovsky dikutip oleh Umer Chapra dalam The Islamic Foundation and The international Institute of Islamic Thought (1995).

Kerusakan itu ada pada sistem perekonomian dunia yang dibangun berdasar kapitalisme. Chapra kemudian mengajukan sejumlah ciri kapitalisme:
1) Kapitalisme menganggap bahwa hal utama dalam peningkatan kesejahteraan manusia ditentukan oleh (a) ekspansi kekayaan yang dipercepat, (b) produksi yang maksimal,. (c) pemenuhan keinginan (want) menurut pereferensi individual.
2) Kebebasan individual (yang tak terhambat) dalam mengaktualisasikan kepentingan diri dan kepemilikan atas kekayaan menjadi syarat bagi munculnya inisiatif pelaku ekonomi
3) Syarat mewujudkan efisiensi optimum dalam alokasi sumber daya adalah Inisiatif individu yang bebas dan Pembuatan keputusan yang tersebar dalam suatu pasar
4) Peran Pemerintah atau penilaian kolektif tidak diperlukan dalam efisiensi alokasi sumber dana dan pemerataan distributive
5) Melayani kepentingan diri sendiri (Self interest) oleh setiap individu secara otomatis dapat melayani kepentingan sosial kolektif. (Chapra, 1995: 18)

KONSEP-KONSEP EKONOMI KONVENSIONAL YANG GAGAL
1. Manusia Ekonomi Rasional
Salah satu faktor yang meyebabkan kehancuran kapitalisme adalah greediness (ketamakan) dari orang – orang kaya. Sebagai contoh, jika anda punya uang 1 milyar. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis terdapat bunga, maka apa yang akan anda pilih? Pertama buka warung atau yang kedua disimpan saja di bank, karena pada saat jatuh tempo akan medapat bunga. Anda tidak perlu bekerja, mengeluarkan keringat dan anda dapat uang. Jika semua orang berpikir rasional, maka orang-orang yang punya 1 milyar akan meletakkan uangnya di bank. Maka siapa yang akan memproduksi barang? Akhirnya barang menjadi sedikit, dan ketika barang menjadi langka, harga akan meningkat. Jika harga tinggi maka yang dapat membeli hanya orang-orang yang memiliki kekayaan lebih.
Rasionalisme modern telah menghilangkan sebab final dan hanya bertumpu pada kausa efisien, material dan formal saja. Kertas yang kering (causa material 1) dan api panas yang mencukupi (kausa material 2) ketika berdekatan dan tak ada factor yang menghalanginya (kausa formal) akan membuat kertas itu terbakar; maka dekatkan (kausa efisien) saja api pada kertas niscaya kertas akan terbakar. Inilah rasional, jika begini maka begitu secara otomatis, sebagaimana jika ada aksi maka ada reaksi secara otomatis.
Ini juga yang mendasari teori manusia ekonomi rasional. Jika manusia mengupayakan kepentingan dirinya sendiri maka proses ekonomi akan berjalan dengan sendrinya. Tak ada tanggungjawab sosial, karena sosial merupakan efek dari pemenuhan kepentingan diri. Adam Smith menyatakan bahwa “jika setiap individu dibiarkan memperturutkan kepentingan dirinya maka “tangan-tangan gaib” (invisible hand) kekuatan-kekuatan pasar melalui atura proses kompetisi akan mendorong kepentingan masyrarakat sehingga menimbulkan keharmonisan antara kepentingan individu dan umum. Satu-satunya tanggung jawab sosial, menurut Friedmen, adalah bagaimana meningkatkan keuntungan pribadinya.

2. Positivisme
Posotivisme adalah suatu filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode scientific yang ketat yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Pandangan positivism berarti hanya yang positiflah yang benar. Untuk mencapai yang positif, maka nilai etika tertentu atau penilaian normative ditiadakan. Nilai agama, nilai kemanusiaanpun menjadi tidak boleh ada dalam kegiatan ilmiah, yang boleh ada hanya operasi ilmiah saja. Misalnya teori Optimalitas Pareto yang menegaskan bahwa efisiensi adalah banyaknya orang yang mendapatkan keuntungan, walaupun ada sedikit orang yang tidak mendapatkan keuntungan. Sedikit orang yang tidak dapat menikmati itu dianggap anomaly, dan karenanya tidak usah dipikirkan.
Dalam mempelajari ilmu ekonomi, perlu kita pahami arti dan perbedaan dari pernyataan positif dan pernyataan normatif. Pernyataan positif (positive statements) bersifat deskriptif. Pernyataan positif berbicara mengenai bagaimana dunia yang sebenarnya. Lebih lanjut pernyataan positif merupakan pernyataan yang mengandung arti : apakah yang terjadi (wujud) atau telah wujud atau akan wujud? Pada hakikatnya pernyataan positif adalah pernyataan mengenai fakta-fakta yang terjadi dalam masyarakat dan oleh sebab itulah kebenarannya dapat dibuktikan dengan memperhatikan kenyataan yang berlaku. Contohnya, “Jika hasil panen padi tahun sekarang turun maka harganya akan naik.”
Jenis yang kedua, seperti pernyataan Norma, bersifat normatif. Pernyataan normatif (normative statements) bersifat memberikan petunjuk. Pernyataan normatif berbicara mengenai bagaimana dunia yang seharusnya. Lebih lanjut pernyataan normatif merupakan pernyataan yang mengandung arti : apakah yang sebaiknya harus terjadi (wujud) ? Jadi pernyataan normatif adalah suatu pandangan subjektif atau suatu value judgement. Pernyataan normatif adakalanya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat tidak rasional seperti faktor kebudayaan, filsafat dan keagamaan. Karena sifatnya tersebut, kebenaran pernyataan normatif tidak dapat dibuktikan dengan melihat kenyataan. Contohnya, “Pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum.”
Untuk memperjelas coba perhatikan kembali contoh berikut ini terkait dengan pernyataan positif dan normatif :
- Agus : Undang-undang upah minimum menyebabkan pengangguran
- Budi : Pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum
Perbedaan utama antara pernyataan positif dan normatif adalah bagaimana kita menilai keabsahannya. Secara prinsip, kita dapat menegaskan atau menyangkal suatu pernyataan dengan memeriksa bukti-bukti. Seorang ekonom dapat mengevaluasi pernyataan Agus dengan menganalisis data tentang perubahan upah minimum dan perubahan tingkat pengangguran sepanjang waktu. Sebaliknya, mengevaluasi pernyataan normatif melibatkan nilai-nilai dan fakta-fakta. Pernyataan norma tidak bisa dinilai dengan menggunakan data saja. Memutuskan kebijakan yang baik atau yang buruk bukanlah masalah sains belaka. Hal ini melibatkan pandangan-pandangan kita mengenai etika, agama, dan filsafat.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa pernyataan positif dan normatif dapat saling terkait. Pandangan-pandangan positif kita mengenai bagaimana dunia bekerja mempengaruhi pandangan-pandangan normatif kita mengenai kebijakan-kebijakan yang diharapkan. Kesimpulan normatif tidak bisa muncul dari analisis positif saja; kesimpulan normatif juga melibatkan pertimbangan-pertimbangan nilai.
Ketika Anda mempelajari ekonomi, ingatlah perbedaan antara pernyataan positif dan normatif. Sebagian besar ilmu ekonomi hanya mencoba menjelaskan bagaimana perekonomian bekerja. Tapi, sering kali tujuan ilmu ekonomi adalah memperbaiki cara kerja perekonomian. Ketika mendengar para ekonom membuat pernyataan normatif, Anda mengetahui bahwa mereka telah menyeberang dari tugasnya sebagai ilmuan menjadi penasihat kebijakan. Kesimpulannya pernyataan positif dijumpai dalam ilmu ekonomi deskriptif dan teori ekonomi. Sedangkan pernyataan normatif selalu dijumpai dalam ilmu ekonomi terapan atau ilmu ekonomi kebijakan.
Kesimpulan selanjutnya, kita peroleh definisi ilmu ekonomi positif (positive economics) yaitu membahas atau mempelajari tentang apa atau bagaimana masalah-masalah ekonomi yang dihadapi suatu masyarakat sebenarnya diselesaikan. Sebaliknya, ilmu ekonomi normatif (normative economics) adalah berkaitan dengan atau mempelajari tentang apa yang seharusnya atau bagaimana masalah-masalah ekonomi yang dihadapi suatu masyarakat seharusnya diselesaikan.

3. Hukum Say
Hukum Say sering dikutip sebagai “ Penawaran menciptakan permintaannya sendiri”, sebuah frase yang membuat banyak mahasiswa ekonomi yang terpengaruh oleh pemikiran Keynes memandangnya bersifat paradox dan kontra-intuitif “ Apakah bukan sebaliknya?” Tanya mereka “ bukankah permintaanlah yang menciptakan penawaran?”
Sebenarnya bukan Say sendiri, tetapi John Maynard Keynes-lah yang mendefinisikan hukum Say sebagai “ Penawaran yang menciptakan permintaannya sendiri” dalam The General Theory (1973:18). Dewasa ini banyak ekonom setuju bahwa Keynes telah mendistorsi makna dan implikasi dari hukum Say. Seperti dikatakan oleh ekonom Austria Steven Kates yang telah menulis buku tentang soal ini, “Keynes... menyalahpahami dan menyalahartikan hukum Say... ini adalah warisan Keynes yang paling awet dan warisan ini telah merusak teori ekonomi sampai hari ini ”. ( Kates 1998: 1, dalam Mark Skousen.2005 : 66). lebih lengkapnya lihat Bab 13 dalam buku Mark Skousen. Keynes bahkan tak pernah mengutip Say secara langsung, dan beberapa sejarawan menduga bahwa Keynes sebenarnya tak pernah membaca karya Say dan dia hanya mengandalkan pada komentar Ricardo dan Marshall terhadap hukum pasar Say.
Say Mengungkapkan Kesalahan dan Menemukan Hukum Baru
Hukum Say lebih mendalam ketimbang pernyataan “penawaran menciptakan permintaanya sendiri”.
Untuk memahami makna luas dari hukum Say, kita pertama- tama harus memeriksa asal usul dari prinsip ini. Salah satu isu utama diabad 18 (seperti dkhususkan dalam Bab 1) adalah doktrin merkantilis bahwa uang, terutama penemuan emas dan perak, serta keseimbangan perdagangan, menghasilkan kekayaan dan pertumbuhan ekonomi. Selama system ekonomi periodik dan depresi, orang orang secara konstan mengeluhkan kurangnya uang. Solusi untuk mengatasi kesulitan ekonnomi itu tampaknya sederhana yaitu mencari lebih banyak uang dan membelanjakanya, dan ekonomi akan pulih kembali.
Dalam Bab 15 dari bukunya, Say menyerang doktrin kelangkaan uang ini dengan menunjukkan bahwa yang menciptakan permintaan bukan uang melainkan produk barang dan jasa. Uang hanyalah mekanisme pertukaran, dan penyebab ril dari depresi ekonomi bukanlah kekurangan uang, tetapi kurangnya penjualan oleh petani, pengusaha pabrik, dan produsen barang dan jasa lainnya. Seperti dikatakan oleh Say, “penjualan tidak bisa dikatakan sepi karena uang langka, tetapi karena produk lainnya menurun... atau, menggunakan kalimat yang lebih usang, orang lebih sedikit membeli karena mereka hanya mendpat keuntungan sedikit ” ( Say 1971: 134). Dalam edisi sebelumnya saya mengatakan bahwa “yang memfasilitasi penjualan bukanlah melimpahya uang, melainkan banyaknya produk lain pada umumnya... uang berperan tidak lebih dari saluran dalam pertukaran ganda ini. Ketika pertukaran selesai, yang terjadi adalah seseorang membayar suatu produk dengan produk” ( Kates 1998: 23, dalam buku Mark Skousen.2005 : 67).
Say menyangkal bahwa Say ada “kelebihan produksi” atau “kelebihan persediaan” dalam penurunan ekonomi, tetapi dia mengatakan bahwa (Dalam kondisi penurunan itu) produksi telah “salah diarahakan”. Ada terlalu banyak produk yang dihasilkan padahal permintaanya sedikit. Setelah harga dan ongkos menyesuaikan sendiri dengan struktur permintaan baru, maka ekonomi akan mulai tumbuh lagi. Menurut Say, konsumen akan mulai membeli sampai buruh bekerja kembali dan produsen mulai menuai profit.
Analisis ini membuat Say berhasil membuat penemuan penting : produksi adalah penyebab konsumsi atau dengan kata lain, output yang meningkat akan memperbesar pengeluaran konsumen. Dalam kalimat asli Say, “ a product is no sooner created, thain it, from that instant, affords a market for other products to the full extent of its own value” (Say 1971:134). Ketika seorang penjual memproduksi dan menjual sebuah produk, penjual itu segera menjadi pembeli yang mempunyai pendapatan untuk dibalanjakkan. Untuk membeli, seseorang harus menjual dulu.
Ringkasnya hukum Say adalah sebagai berikut (Kusnendi .2002 : 45) :
 Penawaran X menciptakan permintaan Y. Say mengilustrasikan hukum ini dengan kasus panen petani “ Semakin besat panennya, semakin besar jumlah pembelian yang dilakukan petani. Sebaliknya, panen yang buruk akan mengurangi penjualan komoditas pada umumnya” (1971: 135). Contoh lainnya: ketika muncul sebuah bisnis yang menguntungkan , maka bisnis yang menguntungkan, maka bisnis ini menciptakan pekerjaan dan permintaan barang dan jasa. Konsumsi yang meningkat pada akhirnya berasal dari penaawaran baru yakni usaha yang baru muncul tersebut.
 Hukum Say memberikan landasan mengenai sisi penawaran agregat. Dikemukakan oleh Say : “Supply Creates its Own Demand”. Setiap penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri, atau setiap barang yang diproduksi akan selalu ada yang membelinya.
 Menurut hukum Say, setiap proses produksi akan menimbulkan dua akibat, yaitu menghasilkan output barang atau jasa ( Q ) dan juga pendapatan ( Y ) bagi para pemilik faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi tersebut. Jadi, Q = Y. Q akan dijual dipasar barang dan akan menimbulkan penawaran agregat
(Q =AS )
 Dalam kerangka hukum Say, masyarakat membutuhkan uang bukan untuk dipegang sebagai bentuk kekayaan, tetapi masyarakat membutuhkan uang hanyalah sebagai alat untuk menentukanukuran nilai barang dan jasa ( unit of account) dan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran ( medium of exchange). Karena itu, setiap Y yang diterima oleh para pemilik faktor produksi akan selalu dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa, jadi menimbulkan permintaan agregat ( Y = AD )
 Jadi, menurut hukum Say : Q = AS = Y, dan Y = AD, maka karena itu AS =AD.
 Penawaran menciptakan permintaannya sendiri yang berarti pula setiap output yang dihasilkan akan selalu habis terjual. Dengan kata lain, AS akan selalu sama dengan AD.
 Implikasinya output potensial = output actual, senjang PDB = 0, pengangguran sumberdaya tidak akan pernah terjadi dan ini berarti perekonomian akan selalu berada dalam kondisi pengerjaan penuh ( Full Employment )
Say benar. Menurut statistic lingkaran hidup bisnis, ketika penurunan dimulai, yang pertamakali turun adalah produksi mendahului konsumsi. Dan ketika ekonomi mulai pulih, pemulihan itu adalah karena produksi mulai meningkat, dan kemudian diikuti peningkatan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi dimulai dengan peningkatan produktivitas, dan peningkatan produk baru serta pasar baru. Oleh karena itu, pengeluaran produksi selalu diatas pengeluaran konsumsi dank arena itu ia menjadi indikator utama.

Penulis : Unknown ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel KEGAGALAN EKONOMI KONVENSIONAL ini dipublish oleh Unknown pada hari Kamis, 16 Mei 2013. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 1komentar: di postingan KEGAGALAN EKONOMI KONVENSIONAL
 

1 komentar: